Tolong Beri Aku Pilihan
Annisa finanta, itulah aku. Lahir dari keluarga kalangan bawah membuatku menyesal dengan kehidupan yang kurasa cacat ini. Hidup dengan julukan 'Parasit' yang terus menganggu kehidupan orang. Aku rasa tuhan tidak adil, mengapa harus aku yang merasakannya?.
"Bu, minggu depan ada acara pameran disekolah, Nisa harus segera setor uang kelas bu" Kataku, sedikit kasar.
"Sabar nak, penjualan kue ibu akhir-akhir ini belum seberapa" jawab ibuku penuh peluh
"Aduh bu, dari kemarin-kemarin ibu cuman bilang sabar, sabar, sabar. Sampai kapan bu?, Nisa malu sama teman-teman Nisa bu. Kenapasih bu cuman Nisa yang hidup tidak layak seperti ini?, sedangkan teman-teman Nisa semuanya hidup dengan nyaman. Allah tidak adil!" Bentakku, sambil membanting pintu kamar.
Aku kesal dengan ibu, setiap hari ibu hanya berjualan kue yang hasilnya tak seberapa. Belum lagi dengan ayah, seorang nelayan bayaran yang tak tahu kapan ia pulang. Hidup sebagai anak tunggal mungkin keinginan beberapa orang seusiaku, karena anak tunggal adalah anak yang terus saja dimanja. Tapi kehidupan nyaman itu hanya berlaku untuk anak tunggal lainnya, tidak berlaku padaku.
"Argghh, andai saja aku bisa memilih jalan hidup, pasti aku bisa bahagia seperti kebanyakan orang. Ya Allah katanya engkau maha kuasa, tolong beri aku pilihan sekali saja, aku tak ingin hidup melarat seperti ini. Ya Allah aku ingin hidup seperti temanku yang lainnya, tak pernah kekurangan sedikitpun, sedangkan aku? Makan saja susah" aduku pada Tuhan.
Keesokan harinya, aku berangkat kesekolah dengan tubuh yang lunglai tak berdaya. Kakiku terasa berat melangkah masuk kedalam ruang kelas bak penjara itu. Tak tahan rasanya melihat orang lain berbahagia dengan segala kelebihan mereka.
"Hai Nis, wah lagi semangat-semangatnyanih kesekolah" tanya Zahra padaku.
"Apaansih Ra, mending kamu jauh-jauh deh sama aku, kehidupan kita itu beda!, aku tau kamu cuma mau menghinakukan? Dasar anak mami!" ucapku dengan ketus.
"Nis sini deh, ada yang mau aku omongin sama kamu. Tapi kita duduk ditaman ya?" ajaknya.
"Ah yaudah, tapi jangan lama-lama" ujarku.
Zahra adalah satu-satunya sahabat karibku disekolah, ia adalah teman masa kecilku, wajar saja aku akrab dengannya. Zahra anak yang pandai, dia juga kaya, dan disenangi banyak orang. Beda denganku, tak banyak yang mau berteman denganku, karena aku selalu menutup diri, aku takut jadi bahan hinaan orang-orang jika tahu latar belakang keluargaku seperti apa.
"Ra, kamu mau bilang apa? Cepat, aku tidak mau berlama-lama" ucapku.
"Nis, kamu tau gak Visya teman kita waktu SMP?" tanya Zahra.
"Si Visya yang cantik itu? Yang disukai banyak orang? Yataulah! Diakan primadona kelas" jawabku sedikit risih.
"Iya, dia memang cantik, dia primadona kelas, tapi sayangnya kemarin dia sudah berpulang di sisi Allah, kata orang dia mengidap kanker otak sejak 4 tahun lalu" Kata Zahra.
"Innalillah, berarti dia sudah mengidap penyakit itu sejak kelas 2 SMP? Jadi selama ini dia menyembunyikan penyakitnya itu? Padahal ia selalu tersenyum, ternyata dibalik senyumnya dia menyimpan rasa sakit yang mendalam" renungku.
"Yah begitulah Nis, kecantikan tidak menjamin kehidupan seseorang, tapi Alhamdulillah dia berusaha tersenyum dibalik rasa sakit yang ia pendam. Kalo Rina kamu tau gak?" tanyanya lagi.
"Rina siapa si? Rina yang tinggal di Bandung itu, atau Rina tetanggaku?" jawabku menerka-nerka.
"Ih ituloh Rina konglomerat, anaknya Pak Burhan, masa sih kamu gak tau, dasar kolot" tukasnya.
"Oh Rina, yaiyalah tau. Diakan anak terkaya sebandung gitu, eh gak...se-provinsi jawa kali'. Mana mungkin orang tidak mengenalnya, semua orang pasti ingin berada diposisinya, diakan bergelar 'Anak Emas' Hahaha... " tawaku.
"Kamu tau gak? Rina itu anak yatim piatu loh, dari kecil ia belum pernah mengenal orangtua kandungnya. Waktu masih bayi, ia dititipkan di panti asuhan, hingga suatu ketika Pak Burhan beserta keluarga mengadopsinya sebagai anak angkat, kamu taukan Pak Burhan dan istrinya tidak mempunyai anak, makanya ia sangat sayang sama Rina. Tapi, namanya batin seorang anak, meskipun ia dimanja atau disayang bagaimanapun, ia pasti tetap merindukan sosok ibu dan ayah kandungnya" jelas Zahra.
"Kasihan yah Rina, memangsih dia kaya, tapi kayanya itu belum menjamin kehidupan yang indah baginya. Tapikan ada kamu Ra, hidup kamu tuh serba enak, kamu juga berprestasi dikelas, tidak seperti aku yang menyedihkan ini" keluhku.
"Nis nih liat, kamu jangan kaget ya... " kata Zahra sambil memperlihatkan beberapa bagian tubuhnya yang lebam dan membiru.
"Astagfirullah Zahra, ini apa? Kamu habis jatuh? Kok tubuh kamu lebam-lebam kayak gini sih? Kamu nggak pernah cerita sama aku, kalo kamu habis jatuh. Huh dasar!" gumamku sedikit kesal.
"Nis, aku tak seberuntung yang kamu kira, aku tahu kamu adalah sahabat karibku, tapi kamu tidak pernah mengerti kan, kenapa selama ini aku melarang kamu kerumahku? Kenapa selama ini aku tidak mau se-ruang ganti baju pada jam olahraga denganmu? Kenapa selama ini aku belajar mati-matian untuk dapat peringkat dikelas? Kamu tidak taukan?" tanyanya dengan serius
"Yah mungkin kamu tidak mau orang miskin seperti aku ini menginjakkan kaki dirimahmu yang megah, mungkin kamu juga jijik dekat denganku, dan yang pastinya kamu berusaha pandai agar kamu diakui banyak orangkan? Kalau begitu sih aku juga tau" cetusku.
"Nis, sebenarnya aku tinggal bersama ayah kandungku, tapi..juga ibu tiriku. Ayahku menikah lagi setelah 16 tahun silam ibuku meninggal. Ayah jarang pulang kerumah karena pekerjaan kantor diluar kota yang harus diselesaikannya. Awalnya ibu tiriku menyayangiku, tapi sayang...perhatiannya itu palsu, jika ayahku berangkat kekantor, aku dibentak habis-habisan, dipaksa untuk bekerja, aku layaknya pembantu dirumah sendiri Nis!, aku tak pernah mendapat uang jajan sepeserpun, makanya aku berusaha meraih peringkat dikelas, kamu pasti tahu sekolah kita memberi beasiswa untuk pelajar yang beprestasi, jika tidak berprestasi, mungkin aku tidak akan mendapat makan sedikitpun disekolah. Aku juga sering mengadu sama ayah, namun hasilnya nihil, ayah justru memberiku cap 'Pembohong' meski sudah berbagai bukti yang kuperlihatkan, ayahku sudah buta dengan sandiwara ibu tiriku itu" ceritanya, dengan menitikkan air mata.
"Ra, ternyata hidupmu sesulit itu. Aku menyesal Ra! Aku ini sahabat karib kamu, tapi aku tidak tahu kehidupanmu yang sebenarnya, aku tertipu dengan pikiranku tentangmu, ternyata kamu hidup ditengah ketidakadilan Tuhan Ra!" kataku sambil memegang pundaknya
"Kamu salah Nis, Allah sudah sangat baik padaku. Allah memberikanku anggota tubuh yang lengkap, yang tak seorangpun dapat memberikannya padaku. Allah masih memberiku seorang ayah yang sayang padaku, perihal ibu tiri, aku juga bersyukur. Iya aku bersyukur, Allah mengirimkan ibu tiri yang keras terhadapku, karenanya aku bisa hidup mandiri, dan karenanya pula aku berusaha untuk mendapatkan beasiswa dari hasil belajarku, aku syukur Nisa. Allah beserta kebesarannya membuatku kagum, ialah sebaik-baik penyusun skenario hidup" Jelas Zahra dengan memandangi langit berwarna biru indah itu.
"......Ternyata selama ini aku salah Ra, aku selalu menyalahkan Allah, bahkan aku terus meminta untuk diberi pilihan. Andai Allah mengabulkan permintaanku, mungkin aku terus menyesal!. Aku tidak ingin menjadi si cantik yang sakit, si kaya yang kehilangan, dan si pandai yang menderita. Aku lebih baik hidup dengan kehidupanku yang sekarang, memiliki kedua orangtua, hidup sehat, dan walaupun keluargaku berekonomi rendah, setidaknya aku hidup ditengah kasih sayang mereka" tangisku sambil mengingat segala kebaikan Tuhan padaku.
"Nis, tiap orang punya ujian yang berbeda, namun ujian itu bukan berarti penghalang bagi mereka untuk merasakan kebahagiaan. Nis, bahagia tidak hanya datang ketika kita memiliki hidup yang sempurna, bahagia itu tetap datang disaat sulit maupun senang, hanya saja kita yang harus memilih, apakah kita akan mengambil kebahagiaan itu atau tidak, karena bahagia itu anugrah dari Allah yang diturunkan sebagai berkah dan hak bagi hambanya. Percaya Nis, Allah lebih tahu jalan hidupmu! Ada yang menurut kita baik, tapi buruk menurut Allah, dan ada yang menurut kita buruk, tapi baik menurut Allah itukan yang Allah katakan dalam surah Al-Baqarah ayat 216" kata Zahra menasehatiku.
"Makasih ya Ra, mulai sekarang aku akan terus bersyukur dengan pemberian Allah, aku juga tidak akan mengeluh dengan segala ujian dan cobaan yang menimpaku karena aku sadar Allah menyayangiku. Terima kasih Ra, aku juga semakin sadar kehadiranmu yang telah menyadarkanku, adalah bentuk kasih sayang Allah padaku, sekali lagi terima kasih Ra" tuturku penuh haru.
Nama: Dewi Khusnul Qhatimah
Kelas: XII Mia Khusus
"Bu, minggu depan ada acara pameran disekolah, Nisa harus segera setor uang kelas bu" Kataku, sedikit kasar.
"Sabar nak, penjualan kue ibu akhir-akhir ini belum seberapa" jawab ibuku penuh peluh
"Aduh bu, dari kemarin-kemarin ibu cuman bilang sabar, sabar, sabar. Sampai kapan bu?, Nisa malu sama teman-teman Nisa bu. Kenapasih bu cuman Nisa yang hidup tidak layak seperti ini?, sedangkan teman-teman Nisa semuanya hidup dengan nyaman. Allah tidak adil!" Bentakku, sambil membanting pintu kamar.
Aku kesal dengan ibu, setiap hari ibu hanya berjualan kue yang hasilnya tak seberapa. Belum lagi dengan ayah, seorang nelayan bayaran yang tak tahu kapan ia pulang. Hidup sebagai anak tunggal mungkin keinginan beberapa orang seusiaku, karena anak tunggal adalah anak yang terus saja dimanja. Tapi kehidupan nyaman itu hanya berlaku untuk anak tunggal lainnya, tidak berlaku padaku.
"Argghh, andai saja aku bisa memilih jalan hidup, pasti aku bisa bahagia seperti kebanyakan orang. Ya Allah katanya engkau maha kuasa, tolong beri aku pilihan sekali saja, aku tak ingin hidup melarat seperti ini. Ya Allah aku ingin hidup seperti temanku yang lainnya, tak pernah kekurangan sedikitpun, sedangkan aku? Makan saja susah" aduku pada Tuhan.
Keesokan harinya, aku berangkat kesekolah dengan tubuh yang lunglai tak berdaya. Kakiku terasa berat melangkah masuk kedalam ruang kelas bak penjara itu. Tak tahan rasanya melihat orang lain berbahagia dengan segala kelebihan mereka.
"Hai Nis, wah lagi semangat-semangatnyanih kesekolah" tanya Zahra padaku.
"Apaansih Ra, mending kamu jauh-jauh deh sama aku, kehidupan kita itu beda!, aku tau kamu cuma mau menghinakukan? Dasar anak mami!" ucapku dengan ketus.
"Nis sini deh, ada yang mau aku omongin sama kamu. Tapi kita duduk ditaman ya?" ajaknya.
"Ah yaudah, tapi jangan lama-lama" ujarku.
Zahra adalah satu-satunya sahabat karibku disekolah, ia adalah teman masa kecilku, wajar saja aku akrab dengannya. Zahra anak yang pandai, dia juga kaya, dan disenangi banyak orang. Beda denganku, tak banyak yang mau berteman denganku, karena aku selalu menutup diri, aku takut jadi bahan hinaan orang-orang jika tahu latar belakang keluargaku seperti apa.
"Ra, kamu mau bilang apa? Cepat, aku tidak mau berlama-lama" ucapku.
"Nis, kamu tau gak Visya teman kita waktu SMP?" tanya Zahra.
"Si Visya yang cantik itu? Yang disukai banyak orang? Yataulah! Diakan primadona kelas" jawabku sedikit risih.
"Iya, dia memang cantik, dia primadona kelas, tapi sayangnya kemarin dia sudah berpulang di sisi Allah, kata orang dia mengidap kanker otak sejak 4 tahun lalu" Kata Zahra.
"Innalillah, berarti dia sudah mengidap penyakit itu sejak kelas 2 SMP? Jadi selama ini dia menyembunyikan penyakitnya itu? Padahal ia selalu tersenyum, ternyata dibalik senyumnya dia menyimpan rasa sakit yang mendalam" renungku.
"Yah begitulah Nis, kecantikan tidak menjamin kehidupan seseorang, tapi Alhamdulillah dia berusaha tersenyum dibalik rasa sakit yang ia pendam. Kalo Rina kamu tau gak?" tanyanya lagi.
"Rina siapa si? Rina yang tinggal di Bandung itu, atau Rina tetanggaku?" jawabku menerka-nerka.
"Ih ituloh Rina konglomerat, anaknya Pak Burhan, masa sih kamu gak tau, dasar kolot" tukasnya.
"Oh Rina, yaiyalah tau. Diakan anak terkaya sebandung gitu, eh gak...se-provinsi jawa kali'. Mana mungkin orang tidak mengenalnya, semua orang pasti ingin berada diposisinya, diakan bergelar 'Anak Emas' Hahaha... " tawaku.
"Kamu tau gak? Rina itu anak yatim piatu loh, dari kecil ia belum pernah mengenal orangtua kandungnya. Waktu masih bayi, ia dititipkan di panti asuhan, hingga suatu ketika Pak Burhan beserta keluarga mengadopsinya sebagai anak angkat, kamu taukan Pak Burhan dan istrinya tidak mempunyai anak, makanya ia sangat sayang sama Rina. Tapi, namanya batin seorang anak, meskipun ia dimanja atau disayang bagaimanapun, ia pasti tetap merindukan sosok ibu dan ayah kandungnya" jelas Zahra.
"Kasihan yah Rina, memangsih dia kaya, tapi kayanya itu belum menjamin kehidupan yang indah baginya. Tapikan ada kamu Ra, hidup kamu tuh serba enak, kamu juga berprestasi dikelas, tidak seperti aku yang menyedihkan ini" keluhku.
"Nis nih liat, kamu jangan kaget ya... " kata Zahra sambil memperlihatkan beberapa bagian tubuhnya yang lebam dan membiru.
"Astagfirullah Zahra, ini apa? Kamu habis jatuh? Kok tubuh kamu lebam-lebam kayak gini sih? Kamu nggak pernah cerita sama aku, kalo kamu habis jatuh. Huh dasar!" gumamku sedikit kesal.
"Nis, aku tak seberuntung yang kamu kira, aku tahu kamu adalah sahabat karibku, tapi kamu tidak pernah mengerti kan, kenapa selama ini aku melarang kamu kerumahku? Kenapa selama ini aku tidak mau se-ruang ganti baju pada jam olahraga denganmu? Kenapa selama ini aku belajar mati-matian untuk dapat peringkat dikelas? Kamu tidak taukan?" tanyanya dengan serius
"Yah mungkin kamu tidak mau orang miskin seperti aku ini menginjakkan kaki dirimahmu yang megah, mungkin kamu juga jijik dekat denganku, dan yang pastinya kamu berusaha pandai agar kamu diakui banyak orangkan? Kalau begitu sih aku juga tau" cetusku.
"Nis, sebenarnya aku tinggal bersama ayah kandungku, tapi..juga ibu tiriku. Ayahku menikah lagi setelah 16 tahun silam ibuku meninggal. Ayah jarang pulang kerumah karena pekerjaan kantor diluar kota yang harus diselesaikannya. Awalnya ibu tiriku menyayangiku, tapi sayang...perhatiannya itu palsu, jika ayahku berangkat kekantor, aku dibentak habis-habisan, dipaksa untuk bekerja, aku layaknya pembantu dirumah sendiri Nis!, aku tak pernah mendapat uang jajan sepeserpun, makanya aku berusaha meraih peringkat dikelas, kamu pasti tahu sekolah kita memberi beasiswa untuk pelajar yang beprestasi, jika tidak berprestasi, mungkin aku tidak akan mendapat makan sedikitpun disekolah. Aku juga sering mengadu sama ayah, namun hasilnya nihil, ayah justru memberiku cap 'Pembohong' meski sudah berbagai bukti yang kuperlihatkan, ayahku sudah buta dengan sandiwara ibu tiriku itu" ceritanya, dengan menitikkan air mata.
"Ra, ternyata hidupmu sesulit itu. Aku menyesal Ra! Aku ini sahabat karib kamu, tapi aku tidak tahu kehidupanmu yang sebenarnya, aku tertipu dengan pikiranku tentangmu, ternyata kamu hidup ditengah ketidakadilan Tuhan Ra!" kataku sambil memegang pundaknya
"Kamu salah Nis, Allah sudah sangat baik padaku. Allah memberikanku anggota tubuh yang lengkap, yang tak seorangpun dapat memberikannya padaku. Allah masih memberiku seorang ayah yang sayang padaku, perihal ibu tiri, aku juga bersyukur. Iya aku bersyukur, Allah mengirimkan ibu tiri yang keras terhadapku, karenanya aku bisa hidup mandiri, dan karenanya pula aku berusaha untuk mendapatkan beasiswa dari hasil belajarku, aku syukur Nisa. Allah beserta kebesarannya membuatku kagum, ialah sebaik-baik penyusun skenario hidup" Jelas Zahra dengan memandangi langit berwarna biru indah itu.
"......Ternyata selama ini aku salah Ra, aku selalu menyalahkan Allah, bahkan aku terus meminta untuk diberi pilihan. Andai Allah mengabulkan permintaanku, mungkin aku terus menyesal!. Aku tidak ingin menjadi si cantik yang sakit, si kaya yang kehilangan, dan si pandai yang menderita. Aku lebih baik hidup dengan kehidupanku yang sekarang, memiliki kedua orangtua, hidup sehat, dan walaupun keluargaku berekonomi rendah, setidaknya aku hidup ditengah kasih sayang mereka" tangisku sambil mengingat segala kebaikan Tuhan padaku.
"Nis, tiap orang punya ujian yang berbeda, namun ujian itu bukan berarti penghalang bagi mereka untuk merasakan kebahagiaan. Nis, bahagia tidak hanya datang ketika kita memiliki hidup yang sempurna, bahagia itu tetap datang disaat sulit maupun senang, hanya saja kita yang harus memilih, apakah kita akan mengambil kebahagiaan itu atau tidak, karena bahagia itu anugrah dari Allah yang diturunkan sebagai berkah dan hak bagi hambanya. Percaya Nis, Allah lebih tahu jalan hidupmu! Ada yang menurut kita baik, tapi buruk menurut Allah, dan ada yang menurut kita buruk, tapi baik menurut Allah itukan yang Allah katakan dalam surah Al-Baqarah ayat 216" kata Zahra menasehatiku.
"Makasih ya Ra, mulai sekarang aku akan terus bersyukur dengan pemberian Allah, aku juga tidak akan mengeluh dengan segala ujian dan cobaan yang menimpaku karena aku sadar Allah menyayangiku. Terima kasih Ra, aku juga semakin sadar kehadiranmu yang telah menyadarkanku, adalah bentuk kasih sayang Allah padaku, sekali lagi terima kasih Ra" tuturku penuh haru.
Kelas: XII Mia Khusus
Tidak ada komentar